Masjid Gedhe
Mataram terletak di kelurahan Jagalan, kecamatan Banguntapan, kabupaten Bantul.
Jika berpatokan pada Pasar Kotagede, pengunjung dapat berjalan kaki ke arah
selatan karena jarak menuju Masjid Gedhe Mataram tidaklah begitu jauh. Terlebih
berjalan kaki akan menyenangkan karena akan melewati deret rumah-rumah
tradisional dan berpapasan dengan penduduk yang sangat ramah.
Masjid Gedhe
Mataram adalah masjid tertua di DIY yang diperkirakan
telah berdiri pada masa pemerintahan Ki Ageng Pamanahan yaitu pada akhir abad
ke-16 M. Pada waktu itu struktur bangunan masih berupa sebuah langgar (surau; mushala). Pada masa
Penembahan Senopati (1575-1601 M) bangunan langgar
tersebut kemudian dipindah menjadi cungkup makam. Di lokasi yang tidak jauh
dari cungkup didirikan sebuah masjid yang merupakan awal mula berdirinya Masjid
Gedhe Mataram. Pembangunan tersebut terjadi pada tahun 1587 M. Dalam Babad
Momana, disebutkan bahwa masjid ini selesai dibangun dan disempurnakan pada
tahun 1589 M pada masa pemerintahan Sultan Agung.
Masjid Gedhe
Mataram yang memiliki arsitektur akulturasi budaya Hindu-Buddha, Islam, dan
Jawa dinobatkan oleh UNESCO sebagai cagar budaya pada 2015.
Keistimewaan lain yang dipunyai Masjid Gedhe Mataram adalah bedug yang merupakan artefak peninggalan
sejarah, hadiah dari Nyai Pringgit yang sampai sekarang masih terdengar sebagai
penanda waktu berdoa. Sampai saat ini, kompleks Masjid Gedhe Mataram digunakan
sebagai tempat melaksanakan kegiatan agama Islam.
Konsepsi masjid-makam merupakan salah satu desain utama bangunan Masjid
Gedhe Mataram. Di belakang masjid dimakamkan para peletak dasar Kerajaan
Mataram Islam, diantaranya adalah Ki Ageng Pemanahan, Panembahan Senopati dan
Sunan Seda Ing Krapyak. Selain itu, ada juga makam Sultan Hamengkubuwono II,
Pangeran Adipati Pakualam I, dan kerabat dekat serta keluarga besar trah
raja-raja Mataram Islam.
Selesai berkunjung ke Masjid Gedhe Mataram, tidak lengkap rasanya jika
tidak berziarah ke makam para raja-raja Mataram. Jika ingin masuk ke lokasi
makam, pengunjung harus mengenakan busana adat Jawa. Pengunjung diperbolehkan
untuk masuk ke dalam makam pada hari-hari tertentu saja yakni Minggu, Senin,
Kamis, dan Jumat, dengan waktu pada 08:00 – 16:00. Pengunjung tidak
diperbolehkan untuk memotret dan mengenakan perhiasan emas di dalam bangunan
makam.
Pengunjung yang ingin berziarah harus menaati peraturan wajib sebelum
memasuki lokasi makam Ki Ageng Pemanahan. Pemberlakuan peraturan pun berbeda
untuk laki-laki dan perempuan. Teruntuk laki-laki, harus menggunakan pakaian peranakan
dan pengunjung perempuan diwajibkan memakai kemben dan jarik, tanpa kain
penutup kepala dalam bentuk apapun.
(@diatami)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar